“Kita semua. Pasti
punya seseorang yang kita suka secara diam-diam. Saat kita ingat orang itu,
kita merasa.. hmm seperti sesak di dada. Tapi kita terus menyukainya. Walaupun
aku tidak tahu dimana dia sekarang. Apa kabarnya? Tapi dialah yang membuatku seperti
ini. Hal kecil yang disebut cinta.”
A little thing called
love. Film asal dari Thailand ini menginspirasikanku untuk menceritakan cinta
pertamaku. Yang belom tahu film ini, nonton dulu deh ya:p
Cerita cinta di masa
sekolah. Iya, setiap orang pasti punya seseorang yang kita sukai secara diam-diam.
Termasuk aku sendiri. Demi dia (orang yang kita sukai) kita bahkan bertindak
bodoh. Dia orang yang kita sukai ini, bisa jadi kakak kelas, adik kelas, bahkan
temen sekelas.
Untuk melihat dia, kita
mencari-cari alasan ke guru buat ke kamar mandi tapi sebenernya kita cuma lewat
depan kelas sambil melirik dia sedang belajar. Mengintip di dalam kelas jika dia
lewat depan kelas kita. Duduk di balkon kelas sambil memperhatikan dia sedang
berolahraga di lapangan. Sengaja duduk dekat dengan meja kantin dia, mengirim
salam lewat radio sekolah, meminta nomer handphone dengan teman dia, dan teriak
memanggil dia lalu lari/mengumpat. (aku serius pernah ngelakuin ini semua) Hehe
Terkadang, kita terlalu
cepat mengartikan yang kita rasakan itu cinta. Sebenarnya semua itu bukan wujud
dari “aku sayang dia” tapi “aku mengagumi dia”. Dari mengagumi juga bisa tumbuh
cinta. Pasti.
Ini kisahku sewaktu SMP
saat menyukai Bintang (nama disamarkan) teman satu sekolah dan teman sekelasku.
Terkesan aneh sih ya. Pasti kalian fikir “Anak SMP kok cinta-cintaan,” tapi
memang itulah kenyataannya.
Aku pernah berkali kali
mengaggumi seseorang. Entah apa yang aku suka darinya, tapi rasa senang yang
meluap-luap itu keluar jika melihatnya. Dia bukan ketua kelas, osis, atau anak
eskul yang populer. Bukan. Dia hanya cowok yang termasuk kelompok anak-anak
populer.
Rasa ini dimulai sejak
aku kelas 2 SMP, kita kebetulan sekelas. Awalnya aku gak tahu sejak kapan mulai
menyukainya. Sampai suatu saat, aku menyadari bahwa aku suka dia. Dia orang
yang pendiam, gak banyak tingkah, termasuk gak terlalu pintar dikelas sih. Tapi
aku sangat suka ketika dia bermain futsal saat jam olahraga. Kakinya yang lihai
menggiring bola ke gawang dan keringat dia yang meleleh saat kepanasan membuat
aku ikut meleleh dibuatnya.
Jujur aku sama sekali gak
penah berkomunikasi dengan Bintang. Apalagi mengobrol. Tapi tak jarang aku dan
Bintang saling berpandangan tanpa sengaja. Apa Bintang juga suka sama aku? Apa
Bintang merasakan hal yang sama aku rasakan? Apa Bintang tahu kalau aku suka
dia? Aku pun gak tahu.
Aku duduk di bangku
kedua dari depan, sedangkan bintang duduk di pojok kelas bersebrangan dari
tempat duduk-ku. Aku sering mengobrol di bangku belakang saat jam istirahat dan
Bintang juga sering duduk gak jauh dekat tempat duduk aku. Itulah mengapa aku
bilang dia suka curi-curi pandang ke aku.
Aku ini kebanyakan
mimpi. Mana mungkin sih cowok seperti Bintang suka sama aku. Aku yang kuper, kurang populer, jelek, gak
pintar, dan agak gendut. Aku hanya cewek dari kalangan biasa.
Setahun sudah aku
menyimpan perasaan ini ke Bintang, tanpa dia tahu dan tanpa pergerakan sama
sekali. Aku sengaja mengubur perasaan ini dalam-dalam ke Bintang. Karena aku
sadar, aku gak pantas untuknya.
Saat kenaikan kelas pun
tiba..
“Ri, kelas lo di 92.
Kita sekelas,”
“Lo tau darimana, Tik?”
“Di depan kelas gue
liat daftar siswanya,”
Tanpa disadari aku
sedikit lari karna penasaran, apakah Bintang sekelas lagi denganku atau tidak.
Aku mencari nama siswa siswi kelas 92, aku mengurutnya satu persatu. Dan.. aku
sekelas lagi dengannya. Senangnya, hatiku loncat kegirangan.
Singkatnya, aku dan
Tika duduk sebangku dan kebetulan kami duduk di bangku nomor 3. Dan Bintang
duduk di bangku nomor 4 dibarisan sebelah bangku kami. Aku puas bisa melihat
dia lagi, aku masih punya waktu untuk bertemu Bintang sampai setahun sebelum
lulus dan mungkin aku tidak bisa melihatnya lagi.
Hampir setiap hari aku
mencari celah agar bisa menengok kebelakang, entah untuk menanyakan PR ke teman
belakangku ( kebetulan teman belakangku pintar ) atau hanya sekedar mengobrol
saja. Bintang masih tetap sama. Diam dan tenang. Oke tidak apa-apa aku
menanggung rasa ini sendirian. Toh aku pun menikmati rasa ini.
Di jam istirahat..
“Ri, kita ada pelajaran
PKN kan hari ini? Lo udah kerjain PR?” tanya Tika
“Udah kok, lo udah?”
“Udah juga. Eh gue mau
jajan dulu ya. Mau ikut gak?”
“Ngga, gue dikelas
aja,”
“Yaudah,”
Tika keluar kelas.
Keadaan dikelas lumayan ramai tetapi banyak murid yang sibuk sendiri dengan
teman akrab masing-masing. Posisi duduk ku berubah miring sebelah kiri,
berharap lihat Bintang. Lagi apa ya dia di jam istirahat?
Bintang tak ada di
bangkunya. “Hm, mungkin dia lagi sama
teman se gengnya” pikirku.
Aku kembali duduk
berpangku tangan dan mulai berkhayal tentang Bintang. Eits, bukan berkhayal
yang kalian maksud ya. Aku berkhayal andaikan aku dan Bintang saling akrab.
Pasti seru banget.
Mungkin ini lagu yang
pas untuk mewakili perasaan aku ke Bintang..
Monita – Kekasih sejati
Aku yang
memikirkan
Namun aku tak
banyak berharap
Kau membuat
waktuku
Tersita dengan
angan tentangmu
Mencoba lupakan
Tapiku tak bisa
Mengapa begini?
Oh mungkin aku
bermimpi
Menginginkan dirimu
Untuk ada disini
menemaniku
Oh mungkinkah
kau yang jadi
Kekasih sejatiku
Semoga tak
sekedar harapku
Bila kau menjadi
milikku
Aku takan
menyesal
Telah jatuh hati
Bintang
masuk kelas dan berjalan ke arahku. Aku gak menyangka sama sekali. Duh, aku
harus bersikap gimana. Dan sampai akhirnya dia duduk dibelakang ku. Sial aku
harus apa kalau sudah seperti ini. Aku harus membuka pembicaraan ini, aku gak
mau kita saling diam. Sampai akhirnya aku memberanikan diri dan membalikan
badan ke Bintang. Satu-satunya kata yang terucap dari mulutku ini adalah..
“Lo udah kerjain PR
PKN?” tanyaku sambil agak takut. Takut kalau aku dicuekin begitu saja.
“Udah kok, lo udah?”
jawabnya tenang. Badannya agak sedikit berkeringat. Tapi duduknya sangat
santai.
“Udah kok,”
Kriiiing.. kriiing..
Bel
istirahat selesaipun berbunyi. Ah sial sekali. Aku sama sekali menyesal kenapa
aku tanya hal yang sepele ke dia. Bodohnya aku gak ambil kesempatan mengobrol
lebih banyak dengan Bintang. Eh tapi tunggu dulu, kalaupun aku punya waktu lebih
lama dengannya, aku juga gak tau mau bicara apa ke dia.
Hari berganti hari,
minggu berganti minggu, bulan berganti bulan. Gak terasa waktu cepat berlalu.
Jadi, angkatanku berencana untuk mengadakan BTS (Buku Tahunan Sekolah). Kelasku
memutuskan untuk hunting foto BTS di Kota Tua. Kami janjian di warung samping
sekolah dan salah satu dari teman kami mencari angkutan untuk kesana. Saat itu,
Bintang memakai kaos putih dan luarannya dia memakai kemeja yang putih. Aku sendiri
memakai dress coklat tali kain dengan bawahan batik- batik yang digabungkan.
Karena aku memakai jilbab jadi tak lupa aku memakai manset. Tema yang kita
ambil adalah klasik tapi bebas.
Akhirnya setelah lama
menunggu, temanku dapat charter metro mini yang muat untuk satu kelas. Kami
berangkat ke Kotu siang hari. Sampai-sampai teman sekelasku yang perempuan make upnya sampai luntur karena
saat itu panas dan macet.
Tengah hari kita
hunting foto, dan foto-foto bebas bersama. Ah, aku juga foto sama Bintang, tapi
berbarengan sekitar 10 orang. Aku di bagian tengah sementara Bintang foto di
pinggir:’D gak apa yang penting foto bareng Bintang hehe
Hunting foto pun
selesai. Anak-anak yang lain berpencar mencari makan. Aku masih berfoto dengan
teman terdekat. Aku juga foto dengan teman sebangku Bintang. Sementara, Bintang
sendiri gak tahu dimana. Setelah mengelilingi Kotu, akhirnya kita sepakat untuk
makan kerak telor di pinggir jalan, dan Bintang ikut makan juga disana.
Wah, makan pertama kali
dengan Bintang hihi. Ya walaupun gak saling berhadapan tapi saat itu aku senang
sekali. Bintang duduk didepanku, makan kerak telor dengan lahap sambil sesekali
bercanda dengan temannya. Aku sibuk makan dan sekali kali-curi waktu untuk memandangnya.
Dan kita foto-foto lagi, sekarang posisi aku dibelakang bintang. Cuma muka aja
yang kelihatan. Sudah lama sekali sampai aku lupa siapa yang mengambil foto itu.
Aku lupa kesan apa yang
membekas tentang Bintang. Tetapi ada satu yang membuat aku senang campur sedih.
Saat itu, praktik pelajaran olahraga. Nilai yang diambil adalah permainan
basket. Bagaimana tehnik membawa bola basket dan memasukannya ke gawang. Tiba giliran
aku yang maju untuk praktik, aku mulai membawa bola dengan perlahan. Dan,
tiba-tiba teman sebangku Bintang,
“Cie Bintang.. cieee~”
dia berteriak pelan memanggil Bintang dan melihat ke arahku, aku sangat jelas
dengar teriakan itu.
Aku gak tahu apa maksud
dari temannya berteriak seperti itu. Apa dia tahu kalau aku suka Bintang? Ah tapi
aku sama sekali gak cerita ke siapa pun tentang perasaan ini. Apa dia tahu aku
suka Bintang karena tindakan aku ke Bintang? Tapi, aku juga gak melakukan hal
special apa apa kok ke Bintang. Hanya melihatnya dari jauh. Itu saja. Apa Bintang
suka aku? Hmm yang benar saja, tapi aku sedikit berharap begitu. Kalau begitu
berarti cinta aku gak bertepuk sebelah tangan.
Aku senang, sangat
senang. Senang karena aku tahu sebenarnya Bintang juga memperhatikan aku. Aku memang
kege-eran. Sayangnya, senang itu
hanya sekilas saja. Semenjak kejadian itu, Bintang berubah. Aku merasakan
perubahan itu. Bintang lebih cuek. Iya aku tahu, Bintang memang cuek. Tapi kali
ini cueknya berbeda. Bintang sengaja menjauhiku.
Beberapa hari setelah
kejadian itu. Aku jalan di lorong sekolah. Kantin dan perpustakaan di sekolah
ku berdekatan. Hanya dipisahkan oleh ruang laboratorium. Saat itu aku baru saja
keluar dari perpustakaan. Dari jauh aku sudah melihat Bintang jalan menuju ke
arah kamar mandi samping perpustakaan. Tetapi saat Bintang melihatku, dia
berbalik arah. Jujur, aku sedih. Aku ingin tanya teman sebangku Bintang, soal
kejadian saat jam Olahraga. Aku bisa apa, aku gak punya keberanian yang sebesar
itu. Aku juga sadar diri, aku ini siapa.
“Eh, tahu gak? Bintang
kan jadian sama Putri,” ucap Rida
“Masa sih?” tanya Tika
Aku kaget sekaligus
sedih.
“Putri, kelas berapa?”
tanyaku, karena nama putri itu ada dua di angkatanku.
“Ituloh anak 93,”
“Lo tahu darimana?”
tanya temanku yang lain.
“Orang anak-anak se
geng mereka lagi rame kok, nge-cie-in Bintang sama Putri,”
Belum juga dekat dengan
Bintang, tapi Bintang sudah punya pacar. Dibanding aku, Putri memang jauh lebih
segalanya. Jelas Bintang lebih Putri. Putri cantik, populer, pintar, dan
sempurna. Ah aku sedih, benar-benar. Hari itu aku sama sekali gak semangat. Perasaan
aku campur aduk.
Sekolah mengadakan
kegiatan perpisahan di Jogja. Semua murid diharapkan ikut. Mungkin kegiatan ini
bisa menjadi moment untuk aku dekat dengan Bintang. Mungkin kegiatan itu bisa
jadi moment untuk aku melihat Bintang untuk terakhir kalinya. Saat lulus nanti,
mana mungkin aku bisa bertemu dengannya lagi. Aku ingin sekali ikut tapi orang
tuaku saat itu gak ada uang. Oke aku gak bisa maksa kalau memang ini
keadaannya.
Pedihnya lagi, aku melihat
foto Bintang dengan Putri bergandengan tangan. Angel foto itu diambil dari
belakang oleh teman Bintang secara diam-diam. BTS yang direncanakan juga batal.
Padahal BTS mungkin menjadi barang satu-satunya kenang-kenangan aku dan Bintang.
Menyakitkan memang rasanya
melihat orang yang kita suka, bahagia dengan orang lain. Aku gak bisa ngomong
apa-apa lagi. Aku sedih tapi gak bisa berbuat apa-apa. Mungkin aku harus
membuang perasaan ini ke Bintang, cinta pertamaku.
Bintang, kamu memang
seperti Bintang yang ada di langit. Tak bisa aku genggam.
Ps: semua nama yang di tulis
disini merupakan nama-nama samaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar